Senin, 30 Agustus 2010

Kisah Panglima Perang dan Penjual Minyak Goreng, Sebuah Analogi


Di suatu negeri ada seorang panglima perang yang jago berperang. Sudah tidak terhitung nyawa musuh mengerang di ujung mata panah dan pedang. Di atas kuda, sang panglima perang bagaikan angin. Begitu lincah dan cepat bergerak ke kanan ke kiri, atau melompat menerjang. Di setiap gelanggang ia selalu menjadi pemenang. Bukan hanya itu, dari semua perperangan tidak segores pun pedang lawan melukainya.
Suatu hari sang Panglima mengumpulkan orang-orang.
“Aku ingin menunjukkan kepada kalian bagaimana cara berperang,” demikian katanya. Orang-orang memandang takjub memperhatikan saat panglima menunjukkan sebuah demonstrasi kebolehannya. Dari jarak yang cukup jauh sang Panglima membidik sasaran, sebuah apel yang diletakkan di atas kepala sesorang, dengan mata tertutup. Kini ia mulai menarik mata panah. Secepat kilat mata panah itu melesat ke arah sasaran. Orang-orang yang menyaksikan pun terkesiap. Di tempatnya berdiri sambil menahan ngeri seorang lelaki berharap sang Panglima tidak salah membidik, sebuah apel di atas kepala tempatnya kini terpatri.
“Plas!” mata panah membelah rata apel di atas kepala.
Orang-orang bersorak, “hebat! panglima perang memang hebat! Hebat, hebat... hebat....!”
Di tengah keriuhan orang-orang yang tengah bersorak memuji kehebatan Panglima Perang, ada seseorang yang berkata dingin. “Ah, itu biasa! Tidak ada yang hebat!” kata orang itu.
Tiba-tiba keriuhan orang yang tengah memuji kehebatan panglima perang memanah sebuah apel di atas kepala orang dari jarak yang cukup jauh dengan mata tertutup itu menjadi terbungkam!
“Siapa orang yang berbicara tadi?” kata panglima perang dengan lantang.
“Saya, panglima Perang,” jawab orang itu. Dia penjual minyak goreng. Tubuhnya kurus, kulitnya legam. Pada tanganya masih basah oleh bekas minyak goreng karena ia baru saja melayani pembeli dari warungnya.
“Apa kamu bisa?” tanya panglima perang.
Kini lelaki penjual minyak goreng itu pun maju. Ia membawa dua botol minyak goreng. Sebuah botol kosong dan sebuah lagi berisi penuh.
“Kini lihatlah,” kata penjual minyak goreng itu. Ia menutupkan sebuah uang logam yang di tengahnya ada bulatan kecil (seperti uang ringit pada zaman Belanda) ke atas sebuah botol yang kosong. Kini ia pun menuangkan minyak goreng dari botol yang penuh ke dalam botol  kosong yang di atas mulut botol telah ditutup uang logam yang ada lubang kecil di tenganya.
Orang-orang kembali menyaksikan kebolehan si tukang minyak goreng ini. Hasilnya, sampai botol kedua yang tadi kosong terisi penuh, tetapi tidak sedikit pun dari minyak yang dituangkan itu meleleh ke tepi mulut botol.
“Hore, hebat... penjual minyak goreng ini pun hebat!” demikian orang-orang kembali mengelu-elukan.
Tetapi kegembiraan orang-orang yang bersuka cita menyaksikan kehebatan panglima perang dan penjual minyak goreng pun kembali bukam setelah penjual minyak goreng mengatakan, “Tidak! Kami bukanlah orang yang hebat. Saya sudah terbiasa setiap hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sepanjang hanyat saya melakoni pekerjaan ini. Menuangkan minyak ke dalam botol adalah pekerjaan saya dan itu saya lakukan dengan sepenuh hati, sepenuh jiwa sebab dari berjualan minyak goreng itulah saya mengantungkan hidup.
Begitu juga dengan Palima Perang! Dari kecil ia berlatih, bersungguh-sungguh! Maka ketahuillah bahwa sesuatu yang kalian katakan hebat itu ternyata bagi kami adalah sesuatu kebiasaan yang terbiasa. Jadikalah kebiasaan baik pada diri kalian hingga terbiasa, maka kalian akan menjadi orang hebat!”
                                    *           *           *
Cerita tadi memberikan pelajaran kepada kita bahwa orang hebat itu tidak hadir begitu saja. Orang hebat justru memulai jalan kehebatannya dari hal-hal kecil, sesuatu yang remeh-temeh yang dalam kehidupan sehari-hari sering diabaikan orang.
Seorang pelajar, misalnya, setiap hari selalu tekun mengulangi kembali pelajaran yang diberikan gurunya. Ia menyelesaikan tugas-tugas rumah. Semua pekerjaan itu dikerjaan dengan sepenuh hati dengan kesabaran dan keyakinan. Tidak heran saat pembagian rapor, pelajar tadi dinobatkan sebagai juara kelas!
Hebatkah pelajar? Tentu, kata teman-temannya. Dia anak yang pandai, kata gurunya.
Betulkan demikian? Ternyata rahasianya adalah pelajar itu hanya membiasakan sesuatu yaitu mengulang kembali pelajaran setelah pulang sekolah. Pekerjaan itu dikerjakannya sepenuh hati hingga terbiasa. Itulah definisi orang hebat!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar